JHCI (Jari Hitung Cepat Indonesia)

Kreatif melihat peluang pasar, itulah kata yang sesuai untuk menggambarkan bisnis yang dilakoni Nur Widiastuti sebagai owner merangkap direktur di sebuah lembaga kursus yang mengajarkan cara menghitung cepat dengan jari. Berawal dari kemampuannya menghitung secara cepat, ilmu yang ia dapatkan langsung dari sang ayah, ia pun mewaralabakan Jari Hitung Cepat Indonesia (JHCI) sebagai bisnis yang menguntungkan tak hanya bagi pengusahanya juga bagi konsumennya.

Mengusung motto"Kami Temukan dan Kami Sebarkan, Maka dengan JHCI Menghitung Jadi Lebih Mudah, Cepat, Tepat, dan Menyenangkan", bisnis waralaba di bidang pendidikan ini sukses mengantarkan anak-anak Indonesia jago matematika. Usaha yang diawali dari sebuah garasi rumah ini mendapat respon yang luar biasa dari para orang tua murid. Tak ayal Nur segera mengembangkan bisnisnya, berharap agar ilmu yang ditemukan oleh ayah kandungnya sendiri bermanfaat bagi khalayak luas.

Wiwid begitu sapaannya sehari-hari, memang berangkat dari keluarga pebisnis, tak heran ia begitu piawai menjalankan usahanya. Usaha yang telah dirintis sejak tahun 2001 terbukti kini telah menuai sukses. Berawal dari usaha sang ayah, Drs Hendra BC, memperkenalkan metode berhitung cepat dengan jari lewat buku yang ditulisnya sendiri sekitar tahun 1960an, Wiwid meneruskannya dengan mengajarkan metode tersebut ke anaknya sendiri. Merasa anaknya berhasil memecahkan soal-soal matematika dengan enjoy, ia pun melebarkan sayap memperkenalkan metode JHC ke anak-anak lain di garasi rumahnya yang ia fungsikan sebagai tempat belajar. “Sayang kalau tidak disebarkan ke orang lain padahal metode JHC sangat membantu anak-anak dalam berhitung,” kata Wiwid. Berangkat dari pemikiran itulah Wiwid mencoba membisniskan penemuan ayahnya, berharap bisa mendapatkan keuntungan dari kejeliannya melihat peluang serta impiannya mencerdaskan anak-anak Indonesia bisa terwujud. Ibarat pepatah “sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui”.

Tertarik ingin mengembangkan bisnis lebih luas lagi, Wiwid mencoba mewaralabakan usahanya. Dengan uang sejumlah Rp 10 juta per lima tahun masa kerjasama, ia mengajak sejumlah orang untuk bermitra dengan JHCI. Ia pun tak menarik biaya royalty terlampau tinggi dari para mitranya, hanya 10-20% dari omzet yang didapat oleh rekanannya itu. “Kami tidak menarik royalty fee terlalu tinggi, tidak seperti bisnis franchise lainnya, ketika jumlah siswa semakin banyak maka royalty fee juga semakin meningkat, JHCI berbeda justru kebalikannya, siswa semakin banyak tapi biaya royalty semakin sedikit,” ujar wanita kelahiran Yogyakarta 1 September 1968 ini. Konsep ini ia terapkan guna membuat mitranya serius menangani bisnis waralaba, meningkatkan jumlah siswa yang ingin belajar JHCI. Jadi semakin banyak siswa yang belajar akan semakin sedikit biaya royalty yang harus dikeluarkan oleh mitranya tersebut.

Di JHCI sendiri menerapkan sistem belajar yang kondusif, nyaman dan menjadikan anak mandiri. Bagaimana cara menghitung dengan cepat menjadi dasar materi yang diajarkan. Alat Bantu?Tentu saja tak digunakan. Hanya ada 10 jari tangan yang bekerja menemani anak-anak belajar menghitung cepat. Perkalian istimewa, pembagian, penambahan, pengurangan, akar pangkat, logaritma sampai sigma menjadi mudah dikerjakan sehingga anak-anak tidak merasa takut lagi dengan pelajaran matematika. Semua materi yang diajarkan pun disesuaikan dengan materi dari sekolah tetapi dengan format yang berbeda dalam arti cara pennyelesaian masalah yang berbeda.

Menghitung cepat dengan 10 jari tanpa alat bantu, sebuah metode yang cukup fenomenal, menjadi keunggulan tersendiri bagi JHCI. Perbedaan JHCI dengan para kompetitornya seperti kumon atau teknik belajar sempoa, terletak dari metode menghitung cepat. Jika kedua teknik tersebut menggunakan analisa hafalan dan alat bantu hitung, JHC justru menekankan pemahaman dan cara berhitung yang super cepat serta memberikan solusi penyelesaian soal yang mudah dimengerti. Selain itu tak hanya diajarkan teknik-tekniknya saja tetapi juga bagaimana mengaplikasikannya. Tak sedikit anak-anak cukup mengerti dengan teknik yang diajarkan namun kesulitan dalam penerapannya sehari-hari. Pengajaran metode JHCI pun akan disesuaikan dengan kemampuan anak, dalam arti teknik berhitung cepat ini diajarkan sesuai dengan tingkatan pendidikan. Wiwid menyarankan agar anak belajar sedini mungkin dengan harapan anak memiliki pondasi berhitung yang kuat sehingga tak lagi mengalami kesulitan memecahkan soal-soal matematika. “Sebaiknya anak-anak belajar teknik ini sedini mungkin terlebih lagi untuk anak-anak SD dan TK, bisa dijadikan bekal untuk di SMP nanti,” papar Wiwid.

Di setiap bisnis yang dilakoni oleh seseorang pasti mendatangkan kendala dan tantangan. Begitu juga dengan bisnis waralaba JHCI ini. Wiwid kerap menemukan kendala, namun ia tak pernah gentar. Semua ia hadapi dengan tenang dan tanpa emosi. Kendala terbesar justru bukan dari saingan bisnisnya melainkan dari dalam dirinya sendiri. Ketika ia gagal mengatur perannya sebagai wanita karir dan ibu yang harus mengurus keluarga, di saat itulah ia merasakan tantangan yang sangat berat menghampirinya. “Kuncinya adalah mengatur waktu sebaik mungkin, bisnis ini membutuhkan dukungan dan pengertian yang luar biasa dari keluarga saya,” imbuh wanita yang mendapat dukungan besar dari anak dan suaminya ini.

Wiwid menambahkan kesuksesannya menjalani bisnis JHCI ini terletak pada ketekunannya.menjalani usaha, mengambil setiap peluang yang ada dan sabar menghadapi kendala. Meski ia sendiri tahu, pebisnis wanita cenderung mendapat image buruk dari lawan bisnisnya, ia tak merasa ciut, bahkan ia cukup disegani. Karakternya yang low profile, menjadi nilai plus untuk dirinya mensukseskan usaha waralabanya.

Ke depannya Wiwid berencana mengembangkan bisnis dengan penerapan strategi yang sudah ada yakni waralaba dan dikombinasikan dengan strategi lain dimana ia menerapkan promosi dan packaging semenarik mungkin. Saat ini Wiwid sudah memiliki 50 outlet yang tersebar di seluruh Jabodetabek. Ia berencana akan membuka lagi outlet JHCI di beberapa kota di Pulau Jawa dan Sumatera seperti Serang, Bandung, Palembang dan di Pulau Bali. Ia juga tak menutup kemungkinan akan membuka tempat bimbingan belajar dan bahasa Inggris.”Kita berharap yang terbaik untuk anak-anak, membantu mereka di bidang pendidikan agar mereka lebih berkualitas,” tutur wanita yang merasa bisnis adalah kebutuhan bukan hanya karena latah.

Sumber: Majalah Pengusaha-agustus 2009

0 komentar:

Posting Komentar